Sejarah singkat
KRI Irian sebelumnya adalah kapal Ordzhonikidze
(Орджоникидзе) (Object 055, diambil dari nama Menteri Industri Berat era
Stalin, Grigory "Sergo" Ordzhonikidze) dari Armada Baltik AL Soviet,
kemudian dibeli oleh pemerintah Indonesia tahun 1962. Saat itu KRI Irian adalah
kapal terbesar di belahan bumi selatan. Kapal ini digunakan secara aktif untuk
persiapan merebut Irian Barat.
Pengoperasian di Indonesia
Pada 11 Januari 1961 Pemerintah Soviet mulai mengeluarkan
instruksi kepada Biro Desain Pusat #17 untuk memodifikasi Ordzhonikidze supaya
ideal beroperasi di daerah tropis. Modernisasi skala besar dilakukan untuk
membuat kapal ini dapat dioperasikan pada suhu +40 °C, kelembapan 95%, dan
temperatur air +30 °C.
Tetapi perwakilan dari Angkatan Laut Indonesia yang
berkunjung ke kota Baltiisk menyatakan bahwa mereka tidak sanggup untuk
menanggung biaya proyek sebesar itu. Akhirnya modernisasi dialihkan untuk
instalasi genset diesel yang lebih kuat guna menggerakkan ventilator tambahan.
Tanggal 14 Februari 1961 kapal ini tiba di Sevastopol, dan
tanggal 5 April 1962 kapal ini memulai uji coba lautnya. Pada saat itu kru
Indonesia (ALRI) untuk kapal ini sudah terbentuk dan ada di atas kapal. Mekanik
kapal ini, Bapak Yatijan, di kemudian hari menjadi Kepala Departemen Teknik
ALRI. Begitu juga banyak dari pelaut yang lain, banyak yang dikemudian hari
mampu menduduki posisi penting.
Operasional
KRI Irian tiba di Surabaya pada 5 Agustus 1962 dan
dinyatakan keluar dari kedinasan AL Soviet pada 24 Januari 1963. Sebelumnya Uni
Soviet tidak pernah menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain
kecuali kepada Indonesia. ALRI yang belum pernah mempunyai armada sendiri
sebelumnya, belajar untuk mengoperasikan kapal-kapal canggih dan mahal ini
dengan cara trial and error/coba-coba. Bulan November 1962 tercatat sebuah
mesin diesel kapal selam rusak karena benturan hidrolis saat naik ke permukaan,
sebuah destroyer rusak dan 3 dari 6 boiler KRI Irian rusak. Suhu yang panas dan
kelembapan tinggi berefek negatif terhadap armada ALRI, akibatnya banyak
peralatan yang tidak bisa dioperasikan secara optimal. Di lain pihak kehadiran
kapal ini membuat AL Kerajaan Belanda secara drastis mengurangi kehadirannya di
perairan Irian Barat.
Pemensiunan
Terdapat beberapa versi tentang riwayat KRI Irian setelah
peristiwa G30S:
Versi pertama
menyebutkan bahwa tahun 1970, KRI Irian sudah sedemikian parah keadaannya
hingga sedikit demi sedikit mulai dibanjiri air. Tidak ada orang yang peduli
untuk menyelamatkan kapal penjelajah ini. Sehingga pada masa Laksamana Sudomo
menjabat sebagai KSAL, maka KRI Irian dibesituakan (scrap) di Taiwan pada tahun
1972 dengan alasan kekurangan komponen suku cadang kronis
Versi kedua,
menurut Hendro Subroto, kapal perang yang dibuat hanya empat buah ini dijual ke
Jepang setelah persenjataannya dipreteli.
Versi ketiga
menyebutkan bahwa ketika dibawa untuk dibesituakan, di tengah perjalanan KRI
Irian dicegat oleh kapal Uni Sovyet. Versi ketiga ini adalah analisis dari
penulis sendiri setelah membaca laporan dari berbagai majalah militer yang
mengulas mengenai persenjataan Uni Sovyet semasa Perang Dingin. Uni Soviet
hanya menjual penjelajah ringan kelas Sverdlov kepada dua negara, yaitu
Indonesia (1962) dan India (1989–scrap). Ada dugaan bahwa pihak yang paling
tidak menginginkan apabila kelas Sverdlov jatuh ke tangan pihak Barat adalah
Uni Soviet. Teori ketiga, ada kemungkinan Uni Soviet mencegat kapal tersebut
dan kemudian mengambil alih dengan kesepakatan, bisa jadi dengan mengurangi
sejumlah hutang pembelian senjata yang belum dilunasi atau bisa jadi dengan
melunaskannya. Dari ke-4 buah itu, hanya KRI Irian (Ordzhonikidze/Object 055)
yang keberadaannya masih misterius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar